Tulisan : M. Imaduddin (Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah Pbnu)
.net - Negeri ini telah beberapa kali dilanda konflik berlatarbelakang agama dan beberapa problem yang mampu memancing konflik agama. Kita ingat beberapa tahun yang konflik Ambon, Poso. Bahkan tahun-tahun sebelumnya terjadi peristiwa Tanjung Priok, Pembakaran Gereja di Tasikmalaya dan Situbondo. Terbaru, pembakaran Wihara di Tanjung Balai Sumatera Utara dan penyerangan jama'ah shalat idul fitri di Tolikara, Papua, serta pengusiran penganut Syiah di Sampang Madura. Dan masih banyak peristiwa lainnya.
Namun, konflik lokal dan letupan itu tak hingga menjadi konflik berskala nasional hingga menjadi perang antaragama dan antargolongan dan tak berlarut-larut mirip negara-negara Timur Tengah yang kini porak poranda tanggapan konflik antar golongan dalam Islam.
Apa alasannya Indonesia hingga kini tetap kondusif? Padahal negeri ini sangat majemuk, terdiri dari aneka macam suku, agama, dan golongan yang rentan terjadi gesekan.
Ulama-ulama di Indonesia ialah ulama yang nasionalis dan nasionalis yang ulama. Ulama yang tak memisahkan antara agama dan kecintaan terhadap bangsa (nasionalisme). Sebagai ulama mereka bertugas memberikan pemikiran agama Islam kepada masyarakat, tapi pada dikala yang sama ia sebagai nasionalis yang mengutamakan kepentingan bangsa dan keutuhan NKRI. Mereka tak hanya memperjuangkan Islam tapi juga berusaha semoga bangsa ini tak terpecah belah ke dalam konflik berkepanjangan.
Meminjam pengandaian Habib Lutfi bin Yahya, menyerupai sebuah botol yang terisi air. Aswaja ialah isinya sementara botolnya ialah Indonesia. Jika botolnya pecah maka akan awut-awutan airnya. Jadi, yang harus kita jaga ialah botolnya.
Ini pula yang melandasi lahirnya Resolusi Jihad tanggal 22 Oktober 1945 oleh Hadrotussyekh KH. Hasyim Asy'ari. Bahwa membela tanah air dari penjajahan belanda hukumnya ialah fardhu 'ain dan bagi yang mati mempertahankan tanah air hukumnya mati syahid.
Pola pendidikan pesantren, sebuah sistem pendidikan yang genuine lahir dari kultur Indonesia, memadukan antara pemikiran agama Islam yang berasal dari Arab dengan tradisi nusantara, telah melahirkan ulama pejuang dan pejuang ulama yang mencintai bangsanya mirip agamanya. Maka lahirnya kemudian istilah "hubbul wathon minal iman" cinta tanah air sebagian dari iman.
Santri dan pesantren ialah bab dari kebudayaan bangsa ini, maka sangat sempurna Gus Dur mengatakan, "pesantren ialah sub kultur". Karena itu, Islam di Indonesia itu unik dan berbeda dengan abjad Islam di belahan dunia lainnya.
Yang mengerti ihwal permasalahan dan abjad bangsa Indonesia ialah ulama-ulama Indonesia sendiri. Premis ini bukan berarti merendahkan ulama-ulama Timur Tengah dikala ini. Ulama-ulama Timur Tengah diakui keilmuannya dan kealimannya, dan layak secara keilmuan kita berguru kesana. Namun cara pandang seseorang tak lepas dari kultur, serta setting sosial dan politik kawasan dimana ia tumbuh. So, ini bukan soal sumber ilmu, tapi ini soal metode pendekatan dalam menanagani konflik sosial.
Selamat Hari Santri 2017
Saya besar hati menjadi santri dan selamanya tetap santri
Santri Mandiri NKRI Hebat..!
0 komentar:
Posting Komentar